Lebih jauh Yusri menjelaskan, skiming merupakan salah satu kejahatan perbankan yang kerap terjadi. Skimming tidak hanya terjadi di bank pelat merah, tapi juga bank swasta. "Pelakunya biasanya WNA, bukan dari Indonesia, yang merupakan komplotan," ucapnya.
Kasus terkait skimming yang belakangan ramai berasal dari Bank Nagari. Direktur Utama Bank Nagari Muhammad Irsyad menyebutkan sebanyak 141 nasabah bank itu menjadi korban skimming dengan kerugian Rp 1,5 miliar.
Baca Juga:
Polda Tetapkan Tersangka 'Skimming' ATM Bank Kalsel
Terjadinya skimming itu diketahui bermula dari laporan nasabah pada 5 Mei 2022 bahwa rekening mereka dibobol. Laporan itu langsung ditindaklanjuti pihak bank dengan menonaktifkan transaksi seluruh nasabah yang masih memakai kartu ATM magnetik.
Dari penelusuran CCTV, pihaknya menduga pelaku skimming adalah WNA, dan foto pelaku sudah dilaporkan ke pihak berwajib dengan harapan pelaku segera ditangkap. Modus skimming yang dilakukan dengan meletakkan alat pembaca data nasabah yang disebut skimmer di tempat memasukkan kartu, serta dilengkapi satu kamera pengintai kecil pada tempat menekan PIN.
Dari penelusuran diketahui pelaku skimming juga melakukan penggandaan kartu dan menarik dana korban di luar Sumatera Barat yakni di Bali, Purwakarta, dan Surabaya. "Transaksi tidak dilakukan di Sumbar tapi dari data yang kami lihat, transaksi ditransfer ke salah satu perusahaan Bitcoin di Indonesia," ujarnya. [as/qnt]