Sayangnya, dengan ketiadaan kerangka hukum mekanisme pembayaran restitusi oleh negara, sangat besar kemungkinan pada akhirnya restitusi ini tidak akan dibayarkan. Sangat mudah bagi Pemerintah untuk berkelit bahwa tidak ada skema yang tersedia karena memang tidak ada kewajiban negara membayarkan restitusi kepada korban.
“Terdapat ketidakjelasan mengenai pemenuhan restitusi ini, yang lagi-lagi dampak buruknya akan menimpa korban,” tutur Maidina.
Baca Juga:
Mangkir dari Panggilan, Yandi Supriyadi Resmi Jadi DPO Kasus Pencabulan Anak
Negara harus menghadirkan skema revolusioner untuk pemulihan hak korban. Skema Dana Bantuan Korban atau Victim Trust Fund harus dibangun oleh negara.
Negara tetap bisa menerapkan sanksi finansial kepada pelaku tindak pidana, lalu mengolah hasil yang didapat untuk memenuhi hak korban, termasuk untuk membayarkan kompensasi dan memberikan layanan. Dana Bantuan Korban ini juga dapat diolah dari penerimaan bukan pajak negara.
“ICJR mendorong Pemerintah dan DPR segera mengkaji skema Dana Bantuan Korban atau Victim Trust Fund untuk masuk dalam KUHAP, UU Perlindungan Saksi dan Korban, dan undang-undang lain yang sedang dibahas seperti RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” kata Maidina.
Baca Juga:
Kasus Pembunuhan dan Pemerkosaan di Palembang: 4 Pelaku di Bawah Umur
Selain itu, pihaknya juga mendorong Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung untuk memperhatikan aspek pemulihan korban dalam penanganan kasus. Dalam putusan, MA wajib memberikan jaminan putusan pengadilan yang mempertimbangkan pemulihan korban.
“Korban kekerasan seksual, baik anak maupun dewasa, tentu saja berhak untuk memperoleh ganti kerugian atas peristiwa yang dialaminya baik dalam bentuk restitusi ataupun kompensasi,” ucapnya.
Cegah Pelecehan Seksual di Lembaga Pendidikan, Wali Murid Harus Ketat Pengawasan