GaronggangNews.Id | Situasi pandemi kali ini kembali mengalami lonjakan kasus dan menjelang gelombang ketiga pandemi Covid-19.
Namun, situasi kali ini tidak bisa disamakan dengan kondisi gelombang pandemi akibat varian Delta pada tahun 2021 lalu.
Baca Juga:
Kasus Korupsi APD Covid-19: Mantan Kadinkes Sumut Dituntut 20 Tahun Penjara
Lonjakan kasus yang terjadi akhir Januari 2022 hingga saat ini perlu disikapi secara lebih bijak dengan pemahaman yang lebih baik oleh masyarakat, terutama terkait karakteristik varian Omicron itu sendiri.
"Masyarakat Indonesia memiliki trauma pada momen gelombang covid-19 varian Delta yang lalu. Perlu diketahui memang varian omicron ini penyebarannya cepat, tapi kasus kesakitan maupun kematian akibat varian ini rendah," kata Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Dr Pandu Riono MPH PhD dalam keterangannya, Jumat (4/2/2022).
Pandu menerangkan, bagi pasien varian omicron ini tidak banyak yang perlu masuk rumah sakit. Hal ini, perlu diketahui masyarakat.
Baca Juga:
'Ngamuk' di Jepang, Strain KP.3 COVID-19 Lebih Menular Dibanding JN.1
Karakteristik lonjakan kasus sangat dipengaruhi karakteristik varian virusnya.
"Kedua karakteristik lonjakan kasus ini juga dipengaruhi oleh jumlah imunitas penduduk, Karena itulah masyarakat sering salah persepsi dengan kondisi saat ini seperti kondisi di Juli-Agustus 2021 lalu, padahal sudah jauh berbeda,” terang Pandu.
Sebagian besar penduduk Indonesia hingga Kamis (3/2/2022), sudah mendapatkan vaksinasi covid-19 yang cukup merata. C
atatan vaksinasi nasional, telah lebih dari 185 juta populasi penduduk Indonesia yang mendapat vaksinasi dosis pertama.
Sedangkan 129 juta lebih penduduk mendapatkan dosis kedua, serta lebih dari 4,7 juta penduduk sudah mendapat dosis ketiga.
Vaksinasi masih memiliki peran yang besar bagi pencegahan kesakitan dan kematian akibat infeksi virus covid-19 varian apa saja termasuk omicron.
Berkaca dari negara-negara lain yang lebih dahulu melewati varian omicron seperti Afrika Selatan, Inggris, dan India, tingkat keparahan dan tingkat kematian akibat infeksi varian omicron ini jauh berbeda dengan varian Delta.
“Saya bisa berbicara seperti ini karena melihat pengalaman dari negara lain yang sudah melalui gelombang omicron. Karakternya cepat naik, cepat turun, dan pasien yang masuk rumah sakit jauh lebih rendah,” terang Pandu
Pengalaman negara lain yang menurut Pandu Riono mirip dengan studi kasus di Indonesia adalah di India.
Ia berharap lonjakan kasus di Indonesia akan mengikuti poladi India dimana turun dengan cepat dan tidak banyak berdampak pada pelayanan rumah sakit maupun kematian.
Pemerintah dalam menangani lonjakan kasus kali ini sudah lebih siap.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menyediakan pelayanan konsultasi kesehatan jarak jauh (telemedisin) secara gratis bagi pasien isolasi mandiri di rumah. B
egitu juga dengan obat-obatan yang diperlukan pasien Isoman juga sudah dipersiapkan dengan gratis.
"Kecemasan yang berlebihan membuat masyarakat minta dirawat di rumah sakit padahal tidak memenuhi syarat untuk dirawat di rumah sakit,” jelasnya.
“Ini yang seakan-akan membuat tempat tidur di rumah sakit tinggi padahal mayoritas di rumah sakit itu pasien bergejala ringan,” tambah Pandu.
Ia menegaskan, pasien yang statusnya sedang, berat, atau yang punya komorbiditas yang bisa dirawat di rumah sakit.
“Kalau yang tanpa gejala maupun bergejala ringan silahkan isolasi mandiri,” imbau Pandu. [As]