Arif melanjutkan, pungutan biaya atas akses ke server NIK akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi bagi masyarakat selaku pengguna dan pelaku usaha selaku penyedia layanan.
Pemerintah dinilai perlu mengubah paradigma dari retribusi oriented jadi layanan yang berorientasi pengembangan ekosistem, iklim usaha, dan pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan menyehatkan industri dan meningkatkan penerimaan pajak dari bisnis yang sehat.
Baca Juga:
Tips Cara Cek KTP Dipakai untuk Pinjol atau Tidak
Untuk itu pengenaan biaya akses NIK dinilai tidak tepat.
“Saat ini biaya penyimpanan sangat murah. Per terabyte (TB) hanya sekitar 15 sampai 17 dolar AS. Dengan harga tersebut, APJII memperkirakan kebutuhan untuk menyimpan data sekitar 274 juta penduduk, dengan masing-masing butuh tempat penyimpanan 20 megabyte (MB), maka hanya butuh 5480 TB. Ini bukan data yang terlalu besar," katanya.
Dia mengatakan, dari sudut pandang jenis data NIK juga bukan yang membutuhkan perhitungan.
Baca Juga:
Bawaslu Labura Tolak Gugatan Calon Bupati Ahmad Rizal, Ijazah Tak Sesuai KTP
Dia menegaskan APJII siap membantu Dukcapil mengelola data NIK dengan perangkat teknologi saat ini.
“Teknologi penyimpanan data yang terdistribusi dan terenkripsi juga sudah banyak ditemukan saat ini. Terdistribusi untuk menjamin ketersediaan, sedangkan terenkripsi untuk menjamin privasi dan kerahasiaan," katanya. [As]