GaronggangNews.Id | Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,5%.
Keputusan tersebut merupakan yang tertinggi dalam 22 tahun. The Fed juga menargetkan suku bunga dana federal berada di kisaran 0,75% hingga 1%.
Baca Juga:
Kredit Konsumen di AS Terus Meningkat
Dilansir detikcom dari Reuters, Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell mengatakan, pembuat kebijakan siap menyetujui kenaikan suku bunga 0,5% pada pertemuan Juni dan Juli.
Kebijakan Powell mencerminkan, inflasi yang tinggi membutuhkan respons The Fed yang kuat. Hal itu untuk menghindari ekonomi ke dalam resesi.
Dia menjelaskan, kenaikan suku bunga tidak akan menyenangkan. Sebab, memaksa orang untuk membayar lebih banyak untuk hipotek rumah, pinjaman mobil, dan mungkin mengurangi nilai aset.
Baca Juga:
Saham GoTo Rontok Lagi, Ternyata Ini Biang Keroknya
Selain itu, The Fed juga menyatakan akan mengurangi simpanan aset sekitar US$ 9 triliun mulai bulan depan. Langkah tersebut sebagai upaya mengurangi dampak ekonomi karena pandemi Corona.
"Ini sangat tidak menyenangkan," kata Powell.
"Jika Anda adalah orang ekonomi normal, maka Anda mungkin tidak memiliki ... banyak ekstra ... untuk dibelanjakan dan itu segera berdampak pada pengeluaran Anda untuk bahan makanan ... untuk bensin untuk energi dan hal-hal seperti itu," paparnya.
Apa dampaknya terhadap Indonesia?
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, mengatakan kebijakan suku bunga The Fed akan mendorong larinya aliran modal dari negara berkembang termasuk Indonesia ke AS.
"Akan terjadi capital outflow. Kalau capital outflow terjadi, putaran berikutnya saya kira rupiah akan semakin melemah ya," katanya kepada detikcom, kemarin Kamis (5/5/2022).
Bila rupiah melemah, dia menjelaskan maka beban utang pemerintah akan meningkat lantaran banyak utang pemerintah yang dalam bentuk mata uang asing.
"Tentu saja karena utang semakin meningkat, ya cadangan devisa kita ya karena harus untuk bayar utang dalam mata uang dolar kan semakin berkurang. Saya kira memang dampak ikutannya tadi devisa kita berkurang, kemampuan kita untuk membayar impor kita semakin melemah," tuturnya.
Oleh karena itu, dia menilai Bank Indonesia (BI) perlu melakukan Beberapa upaya. Misalnya saja melakukan operasi di pasar uang dengan menambah jumlah uang beredar.
"Yang kedua harus katakanlah membuka peluang untuk BI menaikkan suku bunga seven day repo rate dari 3,5 lah ya maksimal 25 atau 50 basis poin juga," tambah Tauhid. [as]