GaronggangNews.Id | Pemerintah memperkirakan subsidi dan kompensasi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan penugasan seperti bensin Pertalite (RON 90) dan Solar subsidi, serta Liquefied Petroleum Gas (LPG) pada tahun 2022 ini bakal menyentuh angka Rp 350-400 triliun.
Perkiraan melonjaknya subsidi tersebut dengan asumsi harga minyak melonjak menjadi US$ 100 per barel dari asumsi awal yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar US$ 63 per barel.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Salurkan Bantuan ke 7 Posko Erupsi Gunung Lewotobi
Hal tersebut diungkapkan oleh Montty Girianna, Deputi III Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha Milik Negara, Riset dan Inovasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dalam program Energy Corner Squawk Box CNBC Indonesia, Senin (25/04/2022).
Montty menjelaskan, dengan asumsi harga minyak Indonesia (ICP) awal di level US$ 63 per barel, maka subsidi Solar dan LPG pada 2022 diperkirakan "hanya" sekitar Rp 70 triliun - Rp 80 triliun. Lalu, pemberian kompensasi untuk penjualan bensin Pertalite dan Solar subsidi sekitar Rp 60 triliun sampai Rp 70 triliun.
Dengan demikian, total subsidi dan kompensasi yang akan diberikan pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) atas penjualan BBM dan LPG pada 2022 ini mulanya diperkirakan "hanya" sekitar Rp 140 triliun.
Baca Juga:
Pertamina Manfaatkan Potensi Alam untuk Serap Karbon Lewat Dua Inisiatif Terintegrasi
"Kita waktu itu asumsi ICP US$ 63 per barel, itu perkiraan subsidi dan kompensasinya Rp 140-an triliun. Kalau ICP naik jadi US$ 100 per barel itu subsidi plus kompensasi bisa sekitar Rp 350 triliun sampai Rp 400 triliun. Ini kita menyiasati kenaikan potensi kenaikan subsidi dan kompensasi ini," paparnya kepada CNBC Indonesia, Senin (25/04/2022).
Dia menjelaskan, faktor penentu lonjakan subsidi BBM dan LPG ini yaitu pada harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang mengacu pada Mean of Platts Singapore (MOPS), khususnya untuk harga produk BBM.
Pasalnya, pembelian atau impor BBM oleh Pertamina mengacu pada MOPS.
"Dengan fluktuasi itu, kita lihat gap antara harga antara Pertalite dan harga keekonomian dan harga Solar, lalu LPG, harga keekonomiannya makin ke sini, makin bengkak," lanjutnya.
Sebagai antisipasi harga minyak ini terus melambung, maka pemerintah pun menurutnya sudah melakukan kajian, termasuk rencana kenaikan harga BBM dan LPG subsidi tabung 3 kg.
Kalaupun harus menaikkan harga BBM dan LPG ini, menurutnya pemerintah juga menghitung besaran bantalan sosial untuk mengurangi beban masyarakat atas kenaikan harga produk energi tersebut.
Menurutnya, kajian ini dilakukan bersama-sama antar kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Pertamina.
"Kalau harga dinaikkan, bantalan sosial itu berapa yang harus disiapkan. Sedangkan BUMN harus memastikan BUMN mampu melakukan pembelian BBM. Ini yang kita kerjakan, exercise kira-kira yang pas kapan (menaikkan harga)," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut dalam jangka pendek, pemerintah berencana untuk melakukan penyesuaian formula Liquefied Petroleum Gas (LPG) subsidi tabung 3 kg, menerapkan penyesuaian tarif listrik untuk golongan pelanggan non subsidi (tariff adjustment), serta dalam jangka menengah akan melakukan penyesuaian harga jual eceran LPG dan juga bensin Pertalite (RON 90) dan Solar.
Arifin mengatakan, pemerintah dalam jangka menengah akan melakukan penyesuaian harga Pertalite, minyak Solar, serta LPG 3 kg sebagai respons atas lonjakan harga minyak dunia dan harga LPG internasional.
"Strategi menghadapi dampak kenaikan harga minyak dunia, untuk jangka menengah.. akan dilakukan penyesuaian harga Pertalite, minyak Solar, dan mempercepat bahan bakar pengganti seperti Bahan Bakar Gas (BBG), bioethanol, bio CNG, dan lainnya," ungkapnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (13/04/2022).
Seperti diketahui, harga bensin Pertalite dan Solar subsidi pada periode 1 April 2022 ini tidak mengalami perubahan, di mana masing-masing masih dipertahankan pada Rp 7.650 per liter dan Rp 5.150 per liter.
Sementara harga Pertamax (RON 92) sudah dinaikkan menjadi Rp 12.500 - Rp 13.000 per liter dari sebelumnya Rp 9.000 - Rp 9.400 per liter.
Sedangkan harga Solar non subsidi kini sudah dibanderol sebesar Rp 12.950 - Rp 13.550 per liter untuk jenis Dexlite (CN 51). Artinya, ada selisih setidaknya Rp 7.800 per liter dengan harga Solar bersubsidi.
Begitu juga dengan LPG. Dia mengatakan, dalam jangka pendek pemerintah akan melakukan penyesuaian formula LPG 3 kg dan dalam jangka menengah akan melakukan penyesuaian harga jual eceran untuk mengurangi tekanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan menjaga inflasi.
Dia mengatakan, harga LPG internasional yang merujuk pada Contract Price (CP) Aramco telah mencapai US$ 839,6 per metrik ton. Sementara asumsi awal pemerintah hanya di kisaran US$ 569 per metrik ton. [As]