GaronggangNews.Id| Dana PSR yang dulu diberikan Rp25 juta/Ha ketika KUD Karya Mukti, Musi Banyuasin, melakukan peremajaan kelapa sawit, sangat berdampak positif, terutama petani diringankan beban bunga ketika masa pembangunan kebun antara 3-5 tahun.
Bambang Gianto, Ketua KUD Karya Mukti, Musi Banyuasin menyatakan hal ini pada webinar seri 2 Dampak Positif Program PSR, Sarpras dan Pengembangan SDM Bagi Petani Sawit “Dampak Pendanaan BPDPKS untuk Petani Sawit” yang diselenggarakan oleh Media Perkebunan dan BPDPKS.
Baca Juga:
GAPKI Desak Pembentukan Badan Sawit Nasional di Bawah Pemerintahan Prabowo
Dengan dana hibah BPDPKS maka petani dan koperasi ketika berhubungan dengan perbankan untuk dana lanjutan bisa terbantu. Ketika petani butuh pinjaman untuk pemeliharaan, kebun sudah terbentuk sehingga bank yakin memberi pinjaman.
Dengan dana BPDPKS, bila untuk dana lanjutan petani mendapatkan KUR (Kredit Usaha Rakyat) dengan bunga 6% maka ketika dana hibah masih Rp25 juta/Ha, keringanan biaya bunga mencapai Rp4,5 juta/Ha. Sekarang naik jadi Rp30 juta/Ha maka keringanan biaya bunga jadi Rp6 juta/Ha bila pembangun kebun 4 tahun.
Kalau pembangunan kebun terlambat sampai 5 tahun maka keringanan biaya bunga Rp7,5 juta/Ha. Biaya membangun kebun saat ini mencapai Rp 50-65 juta sampai P3 (tanaman menghasilkan).
Baca Juga:
Harga CPO Naik Signifikan, Dorong Pertumbuhan Ekspor Indonesia
KUD Mukti Jaya yang melakukan replanting tahap 1-2 dengan total luas 3.200 Ha dan sekarang sudah berproduksi 2.448 Ha, keringanan biaya bunga pembangunan kebun mencapai Rp 11 miliar lebih. Apalagi kalau seluruh Indonesia maka keringanan biaya bagi petani sangat besar sekali, sangat bermanfaat dan signifikan.
Total dana PSR tahap 1-2 yang didapat KUD Karya Mukti mencapai Rp61 miliar. Saat ini sudah 4,5 tahun dan hasil penjualan TBS dari kebun yang direplanting mencapai RP57 miliar.
“Apalagi kalau pekebun punya dana pendamping sendiri maka manfaatnya akan besar sekali karena tidak menanggung bunga bank. Dari 6 desa anggota KUD Karya Mukti hanya 1 desa yang terpaksa meminjam dana perbankan untuk lanjutan, sedang 5 desa lainnya punya dana sendiri,” kata Bambang.
Masalah terbesar yang dihadapi adalah legalitas. Dari 4 koperasi eks PIR Trans di Muba ada 1.116 Ha yang masuk dalam kawasan hutan meskipun tanahnya sudah bersertifikat. Koperasi agak sulit berhubungan dengan instansi seperti KLHK menghadapi situasi ini.
Tetapi dengan pendampingan pemda masalah ini bisa diselesaikan dan sekarang sudah menjadi areal penggunaan lain. Sedang sertifikat tanah dilakukan penataan ulang.
Dalam kesempatan yang sama Ahmad Toyibir, Kepala Dinas Perkebunan Musi Banyuasin menyatakan salah satu kunci sukses utama PSR adalah dinas perkebunan harus mau capai mendampingi kelembagaan petani.
Kunci lainnya adalah kelembagaan pekebun. Di Muba kelembagaan pekebun eks petani plasma yang sudah dibina perusahaan selama 25 tahun merupakan modal tersendiri.
Kemauan kelembagaan pekebun yang sangat besar untuk melakukan peremajaan secara mandiri dan swadaya dengan modal pengalaman selama ini. Karena hasilnya juga diyakini bagus maka pasti tidak akan kesulitan mencari offtaker TBS.
“Dengan kemauan yang besar beberapa kelembagaan pekebun yang tadinya tidak solid akhirnya mereka bersemangat kembali untuk bersatu. Dinas memberikan keyakinan dan pendampingan. Dinas perkebunan harus mau capai. Kalau tidak maka kelembagaan akan begitu-begitu saja,” kata Ahmad.
Berdasarkan pedoman umum yang dibuat Ditjenbun, Disbun Muba membuat role model pelaksanaan PSR yaitu dilaksanakan oleh beberapa lembaga pekebun yang bermitra dengan beberapa pihak ketiga sehingga tidak meninggalkan prinsip-prinsip kemitraan (pembelian bibit, tumbang chiping, pembelian pupuk dan lain-lain).
Dinas perkebunan melakukan pembinaan kelembagaan pekebun, pendampingan dalam pembuatan RAB, pendampingan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan mitra usaha dan offtaker jika diperlukan, pendampingan dalam memenuhi kebutuhan dokumen usulan, pendampingan dalam teknis peremajaan yang berorientasi GAP (Good Agricultural Practises). Setiap 500 Ha akan seorang pendamping dinas dalam penerapan GAP.
Dinas perkebunan berusaha mengatasi berbagai masalah seperti melepas kebun petani yang berada dalam kawasan hutan menjadi APL, pendampingan yang terstruktur kepada lembaga pekebun dalam merencanakan-land clearing-penanaman-pemeliharaan tanaman- penetapan offtaker.
Pelaksanaan peremajaan menggunakan sistim tumbang serempak. Pengawasan yang ketat terhadap penggunaan benih kelapa sawit.
“Ini juga salah satu kunci suksesnya peremajaan. Kalau gagal disini akan jadi mimpi buruk jilid 2,” kata Ahmad lagi.
Pengawasan ketat terhadap tumbang chiping oleh kontraktor. Pengadaan pupuk harus diikuti dengan analisa laboratorium yang hasilnya sesuai dengan SPK pembelian.
Lembaga pekebun membuat laporan berkala pelaksaan peremajaan setiap minggu dan progres kemajuan setiap 2 minggu.
Capaian PSR Muba sampai 30 Maret 2022 adalah ada 38 kelembagaan pekebun yang ikut, luas rekomtek 16.625,5 Ha, tumbang chipping 16.475 Ha, tanam 15.573 Ha, panen 6.230 Ha, produktivitas 1-1,96 ton/Ha tanaman umur 26-46 bulan.
“Sukses peremajaan bagi kami adalah yang tertanam, bukan yang lain. Penanaman kami sudah mencapai 93% dari rekomtek,” katanya lagi.
Dampaknya adalah keberhasilan PSR Muba ini menjadi dasar pelaksanaan PSR tingkat nasional.
Musi Banyuasin juga membentuk MPOI (Musi Banyuasin Palm Oil Iniviatite) untuk tata kelola perkebunan sawit rakyat sesuai ISPO dan GAP.
Musi Banyuasin juga ditunjuk sebagai pilot project pengembangan teknologi IVO dan bensin sawit dengan katalis merah putih yang terintegrasi dengan kebun sawit rakyat untuk memproduki bensin sawit. Sudah diresmikan di Kudus oleh Menteri ESDM Januari lalu. [As]