GaronggangNews.Id | Kementerian ESDM berkomitmen mengawal target pemenuhan komponen dalam negeri (TKDN) pada proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Selama ini, sebagian besar komponen dari PLTS masih berasal dari impor.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, mengatakan pihaknya saat ini terus berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian dalam mengembangkan industri komponen PLTS di dalam negeri.
Baca Juga:
Pertumbuhan Tinggi, Dirjen ESDM: Masalah Over Supply Listrik di Jawa-Bali Akan Teratasi
"Kementerian ESDM terus mendukung dan mendorong upaya pemenuhan TKDN pada proyek PLTS, dan aktif berkordinasi dengan Kemenperin," kata Dadan, Rabu (2/3).
Setidaknya ada beberapa upaya yang akan dilakukan pemerintah dalam menggenjot pengembangan komponen PLTS di dalam negeri. Salah satunya yakni jaminan ketersediaan pasar untuk industri di dalam negeri.
Adapun program-program pemenuhan bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025 saat ini diprioritaskan untuk program PLTS.
Baca Juga:
Tarif Listrik Triwulan IV Tidak Naik, PLN Jaga Pelayanan Listrik Tetap Andal
Misalnya seperti pengembangan PLTS di RUPTL 2021-2030, PLTS Atap, pengembangan PLTS Terapung dan upaya dekarbonisasi menuju Net Zero Emission.
Langkah berikutnya yakni paket proyek infrastruktur EBT dengan sumber dana APBN dan APBD, mengutamakan/mewajibkan sertifikat TKDN untuk komponen pembangkit.
Kementerian ESDM juga tengah menyusun sertifikasi standar nasional Indonesia (SNI) EBT, salah satunya mengenai produk energi surya, sebagai acuan industri mengenai kualitas produk. "Kementerian ESDM aktif membantu industri untuk dapat memenuhi standar," ujar Dadan.
Di samping itu, menurut Dadan pihaknya juga tengah mendorong industri surya untuk melakukan pengembangan industrinya, seperti contoh mengembangkan industri di bagian hulu.
"Saat ini terdapat dua pabrikan sel surya yang sedang dalam tahap pembangunan di Indonesia, yaitu PT. Sky Energy di Bogor dan PT. Ali Solar Cell di Batam," katanya.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma menyadari modul surya yang dibutuhkan dalam pemakaian PLTS di Indonesia sebagian besar masih menggunakan produk impor.
Padahal sudah ada beberapa produsen dalam negeri yang memproduksikan modul surya untuk keperluan dalam negeri.
Namun secara skala ekonomis, ia mengakui masih kalah bersaing dengan produk impor. Hal tersebut terjadi lantaran jumlah produksinya masih kalah bersaing dengan industri sejenis yang bermarkas di Cina.
"Akibatnya ya masih tetap bergantung pada modul impor," katanya.
Menurut Surya jika pemasangan PLTS masif, maka hal tersebut akan berdampak pada permintaan solar panel yang meningkat signifikan. Peningkatan ini dapat dimanfaatkan oleh produsen panel surya dalam negeri untuk menggenjot produksi.
Meski demikian, semuanya bergantung pada permintaan pasar dan realisasi pengembangan PLTS secara keseluruhan. Karena itu, diperlukan adanya kepastian bahwa pemanfaatan PLTS harus berkesinambungan dalam jumlah yang signifikan sehingga dapat menumbuhkan industri hulu berupa manufaktur komponen PLTS.
"Jika tidak, akan sangat bergantung kepada produksi impor karena tidak bisa bersaing dengan kebutuhan komponen PLTS pada skala bisnis," ujarnya. [as/rin]